Dini Hari Tadi
Lelaki itu tengah berbaring di tempat tidurnya. Matanya terbuka lebar melihat ke atas membentur langit-langit. Di pukul dua dini hari ada banyak hal yang bisa ia dengar. Detak jantungnya sendiri, jam di dinding, jangkrik, dan suara pabrik di kejauhan. Terselip di antaranya suara-suara dari kepalanya sendiri yang berdengung seperti sekumpulan lebah yang sedang terbang mengepakkan sayapnya.
Kantuk tak datang lagi malam ini. Sebagai gantinya ada kesepian yang akan menyiksanya hingga pagi menjelang. Mulanya, kesepian mencekik lehernya hingga ia kesulitan untuk bernafas. Selanjutnya, ia meremas jantung lelaki itu hingga timbul rasa nyeri di dadanya. Kemudian, ia memutar sebuah rekaman berisi segala penyesalan milik lelaki itu. Bisa kau lihat berbagai macam penyesalan terpantul dari mata lelaki itu. Kesalahan di masa lalu, kata-kata yang tak sempat terucap, kata-kata yang terlanjur tumpah, janji-janji yang tak pernah terpenuhi, dan segala bentuk penyesalan lainnya.
Lelaki itu bergidik. Keringat mulai membanjiri sekujur tubuhnya. Kerongkongannya seperti tertahan hingga ia kesulitan menelan liurnya sendiri. Ia menggeretakkan giginya dan pandangannya mulai memburam. Panas bola matanya melelehkannya menjadi air mata yang mengalir pelan dan membasahi bantal.
Langit masih gelap saat pagi menjelang. Ia bisa mendengar suara teko air yang sedang dipanaskan. Hari inipun ia masih harus menembus gelap dan dinginnya pagi di antara pepohonan elais. Harapnya masih sama, ia bisa tidur nyenyak nanti malam.
Ah, hari yang indah untuk membenci diri sendiri.

Comments
Post a Comment